
Indonesia merupakan Negara yang menganut Sistem Demokrasi hal ini sebagaimana yang diamanahkan didalam Konstitusi Negara yakni Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (2) dan (3) yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum dan Kedaulatan Tertingginya berada ditangan Rakyat (Demokrasi).
Namun dalam kehidupan Demokrasi di Indonesia banyak sekali ditemukan permasalahan yang rasanya tidak akan pernah ada habisnya. Misalnya dalam Pelaksanaan Pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, dimana Pelaksanaan Pemilu di Indonesia seringkali banyak diwarnai dengan berbagai kecurangan dan manipulasi, salah satu diantaranya ialah maraknya Praktik Politik Uang atau yang dikenal dengan Money Politic.
Secara sederhana Politik Uang dapat dartikan sebagai suatu Upaya untuk mempengaruhi Prilaku Masyarakat dengan memberikan Imblan dengan tujuan untuk memepengaruhi keputusan Masyarakat dalam menentukan pilihan demi mencapai keuntungan politis.
Sedangkan dalam arti khusus Politik uang merupaka suatu bentuk pemberian atau janji kepada orang lain dengan maksud menyuap seseorang dengan maksud untuk tidak menjalankan hak nya atau agar seseorang tersebut menjalankan hak nya dengan cara tertentu pada saat pelaksanaan pemilu.
Seperti yang sudah kita ketahu bahwa politik uang di Indonesia sudah mengakar dan melekat dalam setiap pelaksanaan kontestasi pemilihan umum baik di tingkat Desa, Daerah mapun tingkat Nasional sekalipun.
Berdasarkan Data Survey yang di lakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) terhadap Pengaruh politik uang dalam mempengaruhi pilihan di Pemilu 2019, dengan Hasil setidaknya 36% (Tiga Puluh Enam Persen) Masyarakat Terpengaruh atas Tawaran Uang dan Barang Agar Memilih Pasangan Calon Tertentu. Dengan demikian jika dihitung terhadap jumlah Pemilih aktif saat itu berjumlah 199 juta jiwa maka setidaknya ada 71 Ribu Jiwa yang terpengaruh politik uang.
Padahal sudah jelas bahwa Politik Uang Merupaka Tindak Pidana yang sudah diatur dengan Jelas, Dalam Undang-undang Pemilu yakni Undang-undang Nomor 07 tahun 2017 yang diganti dengan Undang-undang Nomor 07 Tahun 2023, dalam Pasal 515 disebutkan “ Setiap orang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggnakan hk pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda palng banyak Rp.36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah)”
Kemudian dalam Pasal 519 juga disebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang, dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagamana dimaksud dalajnm pasal 183 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda palng banyak 36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah)”
Namun dalam hal Pencegahan terhadap praktik Politi Uang ini tergolong sulit, sehinggaPolitik uang ini terus terjadi dari waktu-kewaktu dan diberbagai lapisan masyarakat, apalagi di hal ini akan menjadi lebih sulit untk dibuktikan seiring dengan berkembangnya Teknologi. Yang mana saat ini kita sedang dihadapkan pada Perkemangan Teknologi Keuangan, yang mengubah system transaksi keuangan secara langsung (Tradisional) menjadi traksaksi secara online (Modern) yang menggunakan uang digital sehingga transaksinya lebih mudah dan praktis. Perkembangan teknologi semacam ini tentu saja memiliki implikasi terhadap praktek-praktek politik uang yang kian menjamur di Masyarakat sehinga dapat merusak kehidupan demokrasi di Indonesia.
Berdasaran Fakta tersebut penulis melihat bahwa Politik uang ini merupakan bentuk penyimpangan sosial yang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat, dimana masyarakat sudah sangat faham dan tidak ragu-ragu untuk menerima Pemberian baik berbentuk uang maupun barang. Seolah Politik Uang menjadi keharusan yang menjadi suatu kebiasaan yang pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang dianggap benar dikalangan masyarakat, makapenulis berpendapat untuk perlu melakukan langkah-langkah sistematis untuk mengatasi permasalahan ini, karena jika dibiaran politik uang dapat mencederai system demokrasi , sehingga asas demokrasi yang jujur dan adil tidak dapat dipenuhi.
Secara Yuridis, dasar hukum terhadap sanksi dan bentuk Politik uang ini sudah dijelaskan didalam Undang-undang pemilu yakni Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 yang sudah direvisi enjadi Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2023, namun yang jadi permasalahannya ialah implementasi dari pasal-pasal tersebut, sebab Politik Uang tergolong sulit untuk dibuktikan, kecuali adanya laporan dari pihak yang menerima atau pihak yang melihat langsung kejadian tersebut. Pergerakan praktek politik uang juga sangat sulit untuk dideteksi baik oleh Penyelenggara Pemilu maupun oleh Aparat Pengak Hukum, karna hal ini biasanya disebabkan oleh beberapa Faktor yang melatar belakangi salah satunya ialah factor Pola Pikir yang permisif dalam Masyarakat.
Ditambah lagi dengan dihadapkan era digitalisasi yang semuanya sudah berbasis Online, sPenulis merasa Politik uang akan banyak terjadi menggunakan system moderinsasi yang menggunakan teknologi-teknologi keuangan yang berbasis digital yang mana semua itu tidak bias dengan mudah untuk diketahui ataupun dibuktikan sebab transaksi digital hanya bias dilihat dan diakses oleh pengirim dan penerima saja.
Oleh sebab itu penulis berpendapat jika politik uang ini hanya ditanggulangi dengan menerapkan sanksi dan hukuman saja baik terhadap pelaku maupun penerima kurang efektif, sebab akarnya sudah melekat didalam kehiduan masyarakat, sehingga peru kiranya melakuan perbaikan mental dan moral, sehingga dapat memberi penjelasan dan pencerahan kepada masyarakat agar menyadari bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang sangat berbahaya dan berdampak bruk.
Sehinga memberikan edukasi yang dapat membuat masyarakat mandiri secara etika dan moral.
Selain itu penulis juga berpendapat selain memberi sanksi pidana dan denda kepada pelaku, perlu juga kiranya memberi sanksi sosial keada pelaku politik uang dan penerima politik uang karena hukum sosial meruakan bentuk hukuman yang melekat dimasyarakat sehingga akan memberi efek jera. Karena meskipun pelaku poliik uang ini sulit diditeksi namun jika penerima sudah diedukasi dan diberi sanksi moral maka peraktik semacam ini akan berangsur-angsur bisa di tanggulangi dengan kesadaran masyarakat itu sendiri.
Dan akhirnya penulis juga berpendapat perlu juga kiranya meningkatkan pengawasan yang berbasis online atau digital, terutama bagi penyelenggara pemilu. terutama bagi bawaslu sendiri yang merupakan pengawas dalam pelaksanaan pemilihan umum, selain itu perlu juga bagi aparatur pengawas pemilu untuk dibekali metode pengawasan secara digitalisasi, baik mekanisme pengumpulan bukti-bukti hingga mekanisme penanganan dan pencegahannya agar pemilu 2024 mendatang dapat berjalan dengan baik dan kondusif hingga terpilihnya pemimpin yang benar-benar bersih dari praktik manipulasi dan kecurangan.
Oleh: Kasisnawati, S.H
(Alumni FH UIN Raden Fatah Palembang)